• 00:00:00
  • 08200000000
  • admin@masjidbaitulala.com
SEJARAH MESJID Baitul A'la (Mesjid Giok)

Fasilitas Umum

  • Sarana Ibadah
  • Kamar Mandi/WC
  • Taman
  • Tempat Wudhu
  • Pembangkit Listrik/Genset
  • Parkir

Kegiatan

  • Menyelenggarakan Ibadah Sholat Fardhu
  • Menyelenggarakan Dakwah Islam/Tabliq Akbar
  • Menyelenggarakan Sholat Jumat

Sejarah

Masjid Agung Baitul A'la, yang lebih dikenal sebagai Masjid Giok, adalah mahakarya arsitektur Islam yang terletak di Kompleks Perkantoran Suka Makmue, ibu kota Kabupaten Nagan Raya, Aceh. Kisah pembangunannya yang panjang dan penggunaan material unik dari alam lokal menjadikannya ikon kebanggaan masyarakat Aceh dan destinasi wisata religi yang menarik perhatian dunia.

1. Gagasan dan Awal Pembangunan (2010)
  • Gagasan pembangunan masjid agung ini muncul pada awal tahun 2010, diinisiasi oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nagan Raya, yang saat itu dipimpin oleh Bupati Drs. HT Zulkarnaini.
  • Tujuan utamanya adalah menyediakan pusat ibadah yang megah dan representatif bagi masyarakat Nagan Raya, serta menciptakan sebuah simbol identitas daerah yang religius.
  • Rancangan arsitektur masjid mengusung gaya Timur Tengah dengan sentuhan modern, mencakup dua lantai, satu kubah utama yang besar, dan empat kubah pendamping.
  • Pada tahun yang sama, proyek ini mulai dikerjakan dengan dukungan pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) dan Dana Otonomi Khusus (Otsus).

2. Keunikan Material: Penemuan Giok Nagan Raya
  • Selama proses perencanaan, timbul ide brilian untuk memanfaatkan kekayaan alam lokal, yaitu batu giok yang melimpah di Pegunungan Singgah Mata, Nagan Raya.
  • Pemkab Nagan Raya bekerja sama dengan ahli dari Tiongkok untuk mengolah giok menjadi bahan pelapis lantai dan dinding masjid. Sekolah ukir batu asal Tiongkok tersebut bahkan bersedia mengolah bahan baku giok yang disediakan oleh Pemkab secara gratis.
  • Batu giok yang digunakan berasal dari jenis jadeit, neprit, dan black jet yang diekstrak langsung dari tambang lokal. Proses penambangan dan pengolahannya melibatkan puluhan ribu keping giok yang dipotong menjadi ubin berukuran 60x60 cm.
  • Penggunaan giok ini bukan hanya menambah keindahan, tetapi juga memberikan sensasi sejuk di dalam masjid. Hal ini menjadikan Masjid Agung Baitul A'la sebagai masjid pertama dan satu-satunya di dunia yang menggunakan material giok dalam skala besar.

3. Proses Pembangunan yang Panjang (2010-2022)
  • Pembangunan masjid ini menghadapi berbagai tantangan sehingga memakan waktu cukup lama, yakni 12 tahun.
  • Selama periode tersebut, proyek terus berjalan secara bertahap, dengan fokus pada penyelesaian struktur utama dan pemasangan lapisan giok.
  • Pada tahun 2020, misalnya, pemasangan lantai batu giok senilai Rp 7,9 miliar menjadi salah satu tahapan yang dipacu pengerjaannya oleh Pemkab.
  • Selain pengerjaan fisik, upaya juga dilakukan untuk melengkapi masjid dengan fasilitas pendukung, seperti area parkir dan taman. Meskipun lantai dua masih belum sepenuhnya selesai, masjid ini telah siap difungsikan.

4. Peresmian dan Pengoperasian (16 September 2022)
  • Setelah penantian panjang, Masjid Agung Baitul A'la diresmikan penggunaannya pada Jumat, 16 September 2022, oleh Bupati Nagan Raya, M. Jamin Idham.
  • Peresmian ini juga ditandai dengan pelaksanaan salat Jumat perdana, yang diikuti oleh ribuan jemaah dan masyarakat.
  • Sejak saat itu, masjid ini resmi difungsikan sebagai pusat ibadah dan kegiatan keagamaan, serta menjadi ikon wisata religi baru yang menarik banyak pengunjung.

5. Ikon Wisata dan Kebanggaan Daerah
  • Dengan arsitektur megah dan interior yang didominasi batu giok, Masjid Agung Baitul A'la dengan cepat menjadi destinasi wisata favorit di Nagan Raya.
  • Banyak pengunjung datang tidak hanya untuk beribadah, tetapi juga untuk mengagumi keindahan dan keunikan materialnya.
  • Sebagai ikon baru, masjid ini diharapkan dapat mendorong sektor pariwisata halal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Nagan Raya.
  • Di masa depan, Pemkab juga berencana untuk melengkapi kawasan masjid dengan fasilitas lain, seperti museum Al-Qur'an, untuk menambah daya tarik religi dan edukatifnya.